Pages

Selasa, 06 Juli 2010

Baterai Lithium-Ion,Bisa Jadi Energi Mobil Listrik Masa Depan

Proyeksi pembangunan mobil bertenaga elektrik dari berbagai produsen otomotif bukan lagi menjadi isu yang baru. Tapi, penentuan teknologi baterai yang akan menjadi sumber penggerak, sering kali belum terungkap dengan jelas. Semakin gencarnya pengembangan mobil hibrida dan listrik, nama baterai Lithium-ion juga makin akrab bagi kita. Baterai yang sering disingkat dengan “Li-ion” ini dianggap paling pas untuk sumber daya mobil listrik murni dan hibrida (motor bakar dan listrik).

Daya tarik Li-ion—dibandingkan dengan yang lainnya, seperti NiMH (Nickel Metal Hydride) dan NiCad (Nickel Cadmium) serta timah hitam (lead)—bisa diisi ulang dengan cepat, densitas penyimpanan lebih banyak, dan juga lebih daya. Daya tarik paling besar adalah perbandingan berat dan energi yang dihasilkannya, Li-ion juga unggul. Di samping itu, ia tidak punya efek memori. Sifat terakhir memungkinkan Li-ion bisa diisi kapan saja. Li-Ion tidak hanya digunakan pada mobil listrik atau hibrida, tetapi sudah digunakan pada perlengkapan elektronik yang akrab kita gunakan sehari-hari, antara lain laptop, iPod, HP, MP3 player, PDA, dan Black Berry.

Lithium vs Lithium-Ion

Selain Li-ion, ada juga baterai yang disebut lithium. Jenis terakhir tersebut adalah baterai yang umumnya tidak bisa diisi ulang atau hanya sekali pakai habis, sedangkan Li-ion justru sebaliknya. Perbedaan lain dari kedua baterai yang sama-sama disebut lithium awalnya itu adalah materi dasarnya. Lithium menggunakan logam murni, sedangkan Li-ion campuran lithium yang jauh lebih stabil dan dapat diisi ulang beberapa ratus kali.

Keunggulan lain dari Li-ion adalah kemampuannya menyimpan energi lebih lama bila tidak digunakan, sedangkan jenis lain akan habis lebih cepat. Meski begitu, bukan berarti Li-ion tidak punya kelemahan. Masalah utama baterai ini adalah keamanan: mudah terbakar atau meledak. Itu terutama bila penanganannya kurang baik. Itu bisa terjadi karena bahan yang digunakan mudah panas.

Komponen utama

Tiga komponen utama Li-ion adalah anoda, katoda, dan elektrolit yang diibuat dari berbagai macam bahan. Yang secara komersial dan yang paling banyak digunakan sebagai anoda adalah grafit. Adapun katoda biasanya salah satu dari tiga bahan berikut, lapisan oksida yaitu lithium cobalt oxide dan lithium iron phosphat, spinel yaitu lithium manganesse oxide, dan titanium disulfide (TiS2) yang materi asli Li-ion. Akibatnya, harga baterai ini awalnya sangat mahal.

Kini harga baterai Li-ion masih mahal. Akibatnya, mobil listrik atau hibrida masin susah dijangkau oleh kebanyakan orang. Sebenarnya, mobil hibrida yang selama ini dibuat oleh Toyota (Prius) dan Honda (Civic) masih menggunakan baterai NiMH. Kemampuan lebih baik dari baterai konvensional yang menggunakan bahan dasar timah hitam.

Toyota sendiri mengaku, faktor yang menyebabkan mobil hibrida mahal adalah baterai. Karena itulah, perusahaan mobil terbesar di Jepang ini terus menggenjot Prius bisa dijual 1 juta per tahun di seluruh dunia agar harganya nanti bisa ditekan.

Dengan makin gencarnya berbagai perusahaan membuat baterai Li-ion, dikabarkan, baik Toyota maupun Honda segera akan beralih ke baterai jenis tersebut. Namun, yang cukup menarik, Mitsubishi yang sudah beberapa kali memamerkan mobil listrik murni di Indoneia, iMiEV, sudah mengguankan baterai Li-ion.

Dengan makin banyaknya perusahaan otomotif menawarkan kendaraan bertenaga listrik dan hibrida (ramah lingkungan), baik mobil maupun motor, membawa harapan baru bagi pengembangan baterai Li-ion. Tak hanya harganya yang diperkirakan akan jadi lebih murah karena diproduksi secara massal, kemampuan kerja makin baik pula.

Kini banyak perusahaan besar dan kecil di negara maju, seperti Jerman, Perancis, Jepang, dan Amerika Serikat, mengembangkan Li-ion. Bahkan, lembaga riset dan perguruan tinggi ikut mengembangkannya. Maklum, selain kendaraan bermotor yang jumlahnya sangat banyak, perlengkapan elektronik pengguna Li-ion.

Seperti sekarang ini, meski harga minyak turun, upaya pengembangan dan pemanfaatan Li-ion makin gencar. Tidak hanya mobil yang ditawarkan dengan tenaga listrik murni atau hibrida, tetapi juga sepeda motor. Malah, pada JMS 2008 yang lalu di Jakarta, produsen juga sudah memajang prototipe motor dan skuter bertenaga listrik.

Di lain hal, penggembangan penggerak, seperti motor listrik untuk menjalankan mobil dan motor, juga semakin maju. Motor listrik mampu menghasilkan tenaga yang besar. Putarannya juga lebih tinggi.

Kemampuan mobil dan motor pun tidak berbeda jauh dibandingkan dengan menggunakan motor bakar. Malah, dalam mengelola atau memanfaatkan energi, mobil dan motor listrik lebih efisien. Penampilan mobil yang murni mengandalkan energi listrik atau baterai Li-ion juga makin menarik, sporty dan gaya.

Teknologi nano
Masalah yang masih menganjal dalam pengembangan Li-ion adalah pembuatannya masih harus dalam bentuk sel-sel dengan jumlah banyak. Padahal, untuk mobil diperlukan ukuran besar agar bisa menghasilkan tenaga yang besar. Ukuran merupakan tantangan yang masih sulit diatasi produsen Li-ion karena ini nanti menyangkut masalah produksi dan akhirnya adalah harga.

Sebagai contoh, Volvo harus menggunakan 3.000 sel Li-ion yang terdiri dari baterai dengan ukuran AA untuk mobil konsepnya, 3CC, yang menghasilkan tenaga 105 PS. Kalau dibuat dengan ukuran besar dengan menggunakan bahan kobalt, menyebabkan unit cepat panas dan selanjutnya menimbulkan kebakaran atau ledakan.

Pengembangan baterai Lithium-ion kini juga mulai memanfaatkan teknologi nano atau mencari materi yang mampu menghasilkan kinerja lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian, dengan teknologi nano, Li-ion bisa diisi 10 kali lebih cepat dari baterai sejenis sekarang ini. Meski begitu, baterai ini tetap saja ditemui kelemahannya.

Contohnya, Altarinano, sebuah perusahaan kecil di Reno, Nevada, Amerika Serikat telah menggunakan material elektroda yang disebut titanet berukuran nano. Kemampuannya menghasilkan tenaga 3 kali lebih besar dari Li-ion yang ada sekarang dan bisa diisi penuh hanya selama 6 menit. Masalahnya, kapasitas energinya setengah sel Li-ion normal. Padahal bisa diisi ulang sampai 2.000 kali selama 20 tahun atau empat kali umur baterai Li-ion sekarang.

Kelompok peneliti di MIT (Massachussets Institute of Technology) juga telah berhasil mengembangkan kabel berukuran nano untuk Li-ion ultra tipis dengan densitas energi tiga kali Li-ion biasa, sedangkan di Perancis, Li-ion dikembangkan dengan nanostruktur. Malah, ada para ahli yang mencoba menggunakan emas.

Dengan pengembangan yang gencar tersebut, mobil listrik nantinya bisa memenuhi kebutuhan konsumen, baik dari segi harga, waktu pengisian, maupun jarak tempuh yang makin jauh. Tak kalah penting, selain mengirit energi dan biaya operasional, dipastikan polusi, baik dalam bentuk emisi asap maupun suara, berisik!

Nissan Gunakan Baterai NEC

Nissan dan produsen elektronik terkemukan Jepang, NEC, sepakat untuk menanamkan modal sebesar 115 juta dollar AS dalam tempo tiga tahun. Investasi sebesar itu digunakan untuk membuat sebuah teknologi baterai Lithium-ion yang akan digunakan pada mobil elektrik keluaran Nissan, yang ditargetkan masuk ke pasar pada 2010.

Nissan sendiri pada awal bulan Mei ini pernah mengungkapkan bahwa pihaknya akan menaruh perhatian pada pembangunan mobil elektrik, sebagai upaya untuk menghadapi persaingan dengan sejumlah kompetitor. Sejauh ini, ada Toyota dan Honda yang telah lebih dulu meletakkan fokus mereka pada mesin berteknologi hibrida.

Pada pergelaran New York Auto Show 2008 bulan Maret lalu, Nissan telah memamerkan Denki Cube, sebuah baterai versi kompak, sebagai simbol fokus Nissan pada kendaraan elektrik. Sebagai gambaran, Toyota dan Nissan membangun teknologi batarai untuk kendaraan elektrik mereka dalam perusahaan yang terpisah, sama halnya dengan Mitsubishi Motors.

Sebenarnya, kerjasama antara NEC dan Nissan sudah diawali sejak tahun lalu, dengan dibentuknya Automotive Energy Supply Corporation untuk mengembangkan dan memproduksi baterai Lithium-ion. Namun, Senin kemarin, merupakan kali pertama diumumkannya besaran investasi untuk proyek itu. Disebutkan, NEC secara bertahap akan mulai menambah kapasitas produksinya mulai dari 13.000 batarai per tahun menjadi 65.000 batarai per tahun pada 2011.

Pihak Nissan mengungkapkan bahwa mobil elektrik yang diproduksinya itu akan dipasarkan di Amerika Serikat dan Jepang, dan baru akan memasuki pasar global pada tahun 2012 berkat kerjasama dengan pabrikan asal Perancis, Renault.

Nissan Gandakan Kekuatan Baterai Mobil ListrikMinggu, 29 November 2009 17:52 WIB | Iptek | Teknologi | Dibaca 3422 kali

Nissan Gandakan Kekuatan Baterai Mobil Listrik
Nissan Motor Co Jepang sedang mengerjakan baterai ion lithium yang dapat menggerakkan kendaraan listrik untuk 300 kilometer (190 mil) dengan satu kali pengisian (charge), kata harian bisnis Nikkei, Minggu.Jarak ini hampir dua kali lipat kisaran 160-kilometer dari Leaf, mobil listrik sepepenuhnya Nissan yang dipersiapkan untuk mulai dijual pada akhir 2010 di Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Nissan, produsen mobil Jepang terbesar ketiga, bertujuan untuk memproduksi mobil listrik dengan baterai baru pada 2015, menurut Nikkei. Nissan berencana untuk meningkatkan kapasitas baterai ion lithium-ion elektroda positif dengan menambahkan nikel dan kobalt untuk bahan utama mangan, kata surat kabar. Peningkatan baterai dapat menyimpan sekitar dua kali lebih banyak listrik pada baterai elektroda positif yang dibuat hanya dari mangan. Ini cukup kuat untuk penggunaan praktis, mampu menahan sekitar 1.000 siklus pengisian listrik, kata harian.

Perusahaan memperkirakan bahwa baterai tersebut akan memakan biaya hampir sama dengan lithium-ion konvensional untuk memproduksinya, karena hanya berisi sejumlah kecil kobalt mahal. Menjelang Tokyo Motor Show bulan lalu, CEO Nissan Carlos Ghosn mengatakan perusahaan bertujuan untuk membuat baterai isi ulang untuk mobil listrik sebuah “bisnis inti” ketika ia memperkirakan masa depan yang cerah bagi kendaraan emisi nol.

Penggunaan Baterai Lithium Aman untuk Mobil

Baterai lithium ion (Li-Ion) teknologi terbaru, kini aman digunakan pada mobil hybrid dan Plug-In. Dalam waktu dekat, Li-Ion akan menjawab kekahawatiran masyarakat atas kenaikan harga bahan bakar fosil. Hal ini disampaikan para panelis dalam Konferensi Teknologi Internasional Plug-in 2008 di San Jose California, Amerika Serikat.

Meski sudah dijamin aman, bukan berarti penggunaan Li-Ion tidak menemui masalah. Saat ini produsen baterai di seluruh dunia masih menghadapi masalah tingginya biaya produksi. Selain itu, pengisian ulang baterai juga dapat mengurangi usia pakainya. Temperatur juga menjadi faktor yang mempengaruhi kerja baterai.

Seorang ilmuwan dari Departemen Energi AS, Tien Duong mengatakan, meski menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut, Li-Ion akan menggantikan penggunaan jenis nickel metal hydride (Ni-mH) yang kini banyak digunakan pada mobil hybrid. Seperti diketahui, Mobil hybrid digerakkan dengan dua tenaga, yaitu mesin konvensional (bensin atau diesel) yang dikombinasikan dengan motor listrik. Namun kini pabrikan kendaraan juga mengembangkan mobil Plug-In. Perbedaanya dengan hybrid, motor listrik menjadi andalan tenaga untuk menggerakkan mobil. Penggerak motor membutuhkan energi listrik yang disimpan dalam baterai. Baterai tersebut dapat diisi ulang pada perangkat listrik konvensional di rumah-rumah. Bisa juga diisi ulang melalui mesin kenovensional berkapasitas kecil di dalam kendaraan untuk menambah jarak tempuh kendaraan. Karena digerakkan sepenuhnya dengan listrik, mobil Plug-In mengonsumsi bahan bakar jauh lebih hemat atau dua kali lipat dari hybrid. Jika hybrid mengonsumsi rata-rata 21 km/liter, mobil Plug-In bisa mengonsumsi 42,5 km/liter.

Pejabat Electric Power Research Institute, Haresh Kamath mengatakan, Li-Ion tetap memiliki keunggulan dalam daya simpan listrik, dimensi, serta bobotnya. Energi listrik yang disimpan baterai ini, dapat menjalankan kendaraan hingga 64 km untuk sekali isi ulang. “Mobil dengan Li-Ion bisa menjangkau sejauh 64 km. Kami tak yakin jenis Ni-mH bisa mengantarkan kendaraan sejauh itu,” kata Kamath seperti dikutip Associated Press, Selasa (22/7/2008) . Selain itu, lanjutnya, keunggulan dari dimensi dan bobotnya yang ringan membuat Li-Ion bisa digunakan pada mobil kecil seharga USD10.000.

Produsen kendaraan seperti General Motors dan Toyota saat ini giat mengembangkan mobil Plug-In untuk mengurangi ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil. General Motors siap meluncurkan mobil Plug-In electric Chevrolet Volt pada 2010 mendatang. Toyota juga siap memasarkan Plug-In hybrid di tahun yang sama.

Baterai Toyota Berkapasitas 10 Kali Lipat

Toyota Motor Corp. bersama Universitas Tohoku berhasil mengembangkan teknologi baru yang akan meningkatkan kapasitas penyimpanan baterai Lithium-ion generasi mendatang secara signifikan.. Sekaligus membuka jalan bagi pengembangan mobil listrik yang lebih praktis. Tidak banyak detail teknis yang di sampaikan, hanya disebutkan ada penyempurnaan pada proses produksi kristal tunggal lithium kobalt oksida, seperti yang diungkapkan juru bicara Toyota, Paul Nolasco. Toyota juga belum menyebutkan berapa besar peningkatan daya simpannya.Secara teoritis, menurut koran Nikkei, penyempurnaan di sisi ini bisa meningkatkan kapasitas penyimpanan hingga 10 kali lipat dibandingkan yang sekarang. Bila ini benar-benar terwujud, jarak jelajah mobil-mobil listrik Toyota bisa mencapai 1600 km untuk setiap kali re-charge.Dengan kapasitas penyimpanan energi listrik yang ditingkatkan, baterai generasi mendatang ini bisa dibuat lebih ringan dan dimensinya lebih kecil dari baterai lithium-ion saat ini.Toyota belum menetapkan kapan baterai ini diaplikasikan di mobil produksi massal. Yang jelas, Toyota beberapa kali menegaskan, produksi massal mobil listrik dan plug-in hybrid menunggu teknologi baterai lebih layak. Bila teknologi ini memenuhi standar yang diharapkan Toyota, bisa jadi sudah dipasarkan pertengahan dekade mendatang.Baterai lithium-ion dianggap sebagai kunci untuk pengembangan mobil listrik secara massal. Baterai ini lebih ringan dan daya simpan listriknya lebih besar dari baterai nikel metal hidrida yang dipakai di mobil-mobil hybrid Toyota.Sampai saat ini, Toyota menilai baterai lithium ion masih kurang kuat untuk memberi jarak tempuh yang cukup bagi mobil listrik.Katoda-katoda baterai lithium-ion Toyota saat ini terbuat dari rangkaian kristal (polikristal) lithium kobalt oksida yang dihubungkan dengan grafit. Dengan menggunakan kristal tunggal, Toyota bisa menggunakan lebih sedikit grafit dan menciptakan lebih banyak ruang untuk penyimpanan lithium-ion yang bisa menciptakan arus listrik.

Bodi Mobil Listrik Masa Depan Berfungsi Sebagai Baterai

Bodi Mobil  Listrik Masa Depan Juga Berfungsi Sebagai Baterai

// //

Pengembangan teknologi media penyimpan energi, khususnya baterai memang sangat diperlukan. Hal ini terkait dengan berbagai aplikasi yang membutuhkan sumber listrik yang movable sekaligus bisa diisi ulang dalam waktu yang singkat. Bahkan hingga dimensinya pun ikut berubah karena material yang digunakan juga mengalami perkembangan luar biasa.

Lithium ion yang menjadi primadona baterai untuk berbagai aplikasi, termasuk mobil listrik, masih mempunyai berat yang signifikan untuk menambah berat total kendaraan. Konsekuensinya dibutuhkan konsumsi energi tambahan untuk menggerakkan mobil. Selain itu kekurangan lain dari baterai tersebut adalah digunakannya lithium yang harganya perlahan-lahan juga mengalami kenaikan.

Para peneliti di Imperial College London, Inggris dan sembilan perusahaan yang tersebar di Inggris, Swedia, Jerman dan Yunani saat ini sedang bekerja sama untuk mengembangkan suatu media penyimpan energi yang tidak mengalami reaksi kimia untuk menghasilkan arus listrik seperti halnya baterai, tidak tergantung pada ketersediaan material, serta berfungsi seperti baterai isi ulang.

Hasil riset ilmuwan-ilmuwan di Imperial College bukan main-main. Meski biaya proses produksinya masih mahal, tetapi kekurangan-kekurangan yang terdapat pada baterai lithium ion bisa dihilangkan pada media penyimpan energi hasil temuan mereka. Di antaranya adalah tidak adanya reaksi kimia dalam proses menghasilkan arus listrik, berarti meminimalisir terjadinya penurunan kapasitas penyimpanan, yang berarti juga masa pakainya jauh lebih panjang. Dengan penggunaan komposit polimer karbon, proses pengisian ulang juga menjadi lebih cepat.

Teknologi yang dikembangkan oleh Imperial College termasuk baru. Bahkan material campuran serat karbon dan resin polimer juga telah dipatenkan. Emile Greenhalgh, salah seorang insinyur di perguruan tinggi itu menjelaskan bahwa material hasil riset yang terbuat dari campuran serat karbon dan resin polimer mempunyai tingkat kekerasan seperti baja. Secara teori bisa diaplikasikan untuk bodi kendaraan. Jika bodi kendaraan menggunakan komposit karbon polimer maka ada keuntungan tambahan yang didapat. Selain kemampuan menahan benturan yang lebih kuat, beratnya yang empat kali lebih ringan dibanding baja menjadikan efisiensi pemakaian bahan bakar atau energi listriknya juga semakin meningkat.

Hasil riset yang didanai oleh Uni Eropa sebesar 4,6 juta US dolar tersebut masih belum sukses. Saat ini riset difokuskan untuk menambah area luasan serat karbon yang digunakan. Bahkan Greenhalgh menambahkan, sekurangnya masih dibutuhkan tiga tahun untuk bisa mengurangi berat kendaraan hingga 15%, dan sekurangnya dibutuhkan lima hingga enam tahun untuk menggantikan seluruh material bodi kendaraan. Sedangkan untuk menggantikan baterai, masih dibutuhkan satu dekade riset untuk menggantikan baterai yang digunakan kendaraan saat ini.

Saat ini yang masih menjadi kendala adalah biaya produksi serat karbon yang jauh lebih mahal daripada baja. Tetapi menurut Greenhalgh, dengan produksi massal, tentunya akan menekan harganya secara signifikan.

Mercedes S400 BlueHybrid: mobil hybrid dengan baterai Lithium Ion

mb-s400-bluetec_06.jpg

Mobil Hybrid yang beredar saat ini, hampir semuanya menggunakan baterai tipe Nickel-Metal Hydride tetapi berbeda dengan mobil hybrid keluaran dari Mercedes Benz yang satu ini. Mercedes Benz tipe S400 BlueHybrid adalah satu-satunya mobil hybrid yang menggunakan baterai tipe Lithium Ion yang lebih efisien dibandingkan dengan nickel-metal. Dengan menggunakan baterai tipe ini, Mercedes Benz yakin bahwa mobil ini bisa berjalan sejauh 30 mil per galon (12,7 km per 1 liter).

Mungkin anda melihat kurang begitu “irit” tetapi sebagai mobil dengan kapasitas mesin 3.5V liter V-6, kami yakin ini sudah cukup baik. Kendala yang dihadapi dengan menggunakan baterai tipe Lithium Ion adalah tingkat panas yang lebih tinggi tetapi pihak Mercedes Benz mengklaim bahwa mereka telah berhasil menciptakan baterai Lithium Ion untuk mobil yang bisa menghasilkan panas di bawah 60 derajat Celcius. Rencananya mobil ini akan diluncurkan pada tahun 2009

Debut Baterai Lithium Prius

Toyota Prius hybrid plug-in debut di Los Angeles Auto Show dan menandai dimulainya era mobil hybrid Toyota dengan baterai Lithium-ion yang bisa menyimpan energi listrik lebih banyak dari NiMH yang dipakai Prius sekarang ini.

Baterai ini memungkinkan Prius menempuh jarak 21 km dengan kecepatan 96 km/jam hanya dengan energi listrik, tanpa bantuan mesin bensin 1,8 liter empat silindernya. Generasi pertama baterai hasil kerjasama Toyota dan Panasonic Electric Vehicle Energy ini mulai diproduksi November sebanyak 500 unit di pabrik perakitannya di Teiho, Jepang.

Dibutuhkan waktu tiga tahun untuk melakukan pengujian terhadap baterai ini yang dilakukan di Jepang, Amerika Utara dan Eropa untuk memastikan kinerjanya di aneka kondisi dan cuaca yang beragam.

Bulan ini, Toyota akan mengirim 350 unit Prius plug-in hybrid dengan baterai ini ke Jepang dan Eropa. Sejumlah lembaga pemerintah dan institusi bisnis akan me-leasing untuk jangka waktu tertentu. Januari 2010, giliran Amerika Serikat dimana 150 unit dikirim ke partner terpilih di seluruh negeri Paman Sam itu. Kelompok pertama mobil-mobil itu dilengkapi alat pengumpul dan pengirim data sehingga Toyota dapat memonitor bagaimana kinerja mobil dan mendapatkan informasi bagaimana kerja mobil dan baterai di dunia nyata.

Tidak ada komentar:

 
Blogger Templates